Jelang Transisi Blok Rokan, PT Pertamina Disomasi LAM Riau Terkait Hal ini

Sabtu, 31 Juli 2021

DURI (CakapRiau.com) – Peralihan Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PT Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tinggal menghitung hari.

Namun menjelang peralihan yang akan dilaksanakan 9 Agustus 2021 itu, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) melalui tim kuasa hukum LAMR kawasan Bengkalis mensomasi PT Pertamina. Hal ini terkait dengan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat adat yang berada di wilayah operasi blok rokan tersebut.

Kuasa hukum LAMR, Erwanto SH menyampaikan, pihaknya mendapatkan mandat khusus dari ketua DPH LAMR Datuk Sri Syahril Abubakar untuk melakukan somasi tersebut.

“Jadi, ini karena kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat antara Pertamina dengan LAMR tentang kesejahteraan masyarakat sampai saat ini belum ditandatangani dan disepakati, maka kita melayangkan somasi,” kata Erwanto, didampingi Muslim SH MH, Yusri Dahlan SH dan Ali Mujahidin SH di Duri, Kabupaten Bengkalis, Jum’at (30/7/2021).

Hari itu juga, pihaknya melayangkan somasi tersebut ke PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan induk PT Pertamina Hulu Rokan, di Jakarta.

Poin penting somasi tersebut dengan nomor KHUSUS/LAMR/TKH-WIL.KAB.BKS/VII/2021 yang dilayangkan kepada Direktur utama PT Pertamina (Persero), berisi di antaranya, sebagai berikut :

1. Bahwa pekerjaan yang akan diambil alih oleh PT Pertamina (Persero) berada di tanah adat masyarakat Riau.

2. Bahwa tanah adat yang berada di atas operasi blok Rokan yang dikelola sebelumnya oleh PT Chevron Pacific Indonesia dalam proses tuntunan di Makamah Internasional yang diajukan oleh Lembaga Adat Melayu Riau.

3. Bahwa sampai sekarang PT Pertamina (Persero) belum memenuhi komitmennya kepada masyarakat adat Riau melalui Lembaga Adat Melayu Riau. Adapun beberapa poin komitmen;

a. Harus ada kebijakan dan praktik afirmasif yang mengikat, bahwa tenaga kerja lokal diutamakan dengan kuota 70 persen, seperti yang diputuskan Kongres Rakyat Riau II Tahun 2000

b. Akses yang nyata pada peluang bisnis bagi perusahaan tempatan, baik di sektor servis, pemeliharaan, maupun operasi, di samping memperluas lapangan kerja bagi masyarakat adat dan warga Riau lainnya, pengutamaan perusahaan lokal akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)

c. Investasi B to B sebanyak 39 persen harus diprioritaskan ke badan usaha milik masyarakat da hal itu selaras dengan amanat Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, sewaktu penabalan gelar adat Datuk Seri Setia Amanah Negara oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) pada tanggal 15 Desember 2018, waktu itu Bapak Presiden menyampaikan kepada PT Pertamina agar Blok Rokan jangan dikelola sendiri, libatkan yang namanya daerah sebesar besarnya, kalau daerah mampu memegang besar. Kenapa Tidak.

d. Kewajiban mengalokasikan pancung alas bagi masyarakat adat pemilik wilayah operasi yang diatur dalam persentase yang disepakati bersama,

e. Selama 97 tahun operasi berbagai entitas perusahaan (terakhir CPI) hak-hak masyarakat adat di wilayah kerja Blok Rokan tidak diperhatikan baik dalam bentuk kebijakan maupun praktiknya, kenyataan kenyataan adanya masyarakat adat dan wilayahnya di sektor operasi dan konsesi diabaikan

f. Selama ini masyarakat adat hanya menjadi penonton di pentas pengisapan miliaran barel minyak yang berada di perut bumi wilayah tanah adat dan sangat memprihatinkan dan kami masyarakat. riau hidup dalam apa yang di sebut resource curse,

g. Untuk itu dengan masuknya PT Pertamina (Persero) mengambil alih untuk beroperasi di tanah ulat di Blok Rokan, kami masyarakat adat harus di libatkan.

Menurut Erwanto, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini pihaknya memberikan somasi kepada PT Pertamina, yang pertama, selama PT Pertamina tidak memenuhi tuntutan LAMR tersebut di atas, untuk sementara PT Pertamina untuk tidak menduduki dan menggarap tanah adat sebelum ada penyelesaian dengan Pimpinan LAMR di Pekanbaru.

“Kemudian yang kedua, jika somasi ini tidak diindahkan dalam jangka waktu 7×24 jam (7 Hari) maka LAMR melakukan upaya hukum melalui tim Kuasa Hukum Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR),” tegas Erwanto.

Di samping itu, Muslim SH MH menambahkan, bahwa somasi yang dilayangkan ini atas dasar hukum Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2). Kemudian Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, pasal (3).

Kemudian putusan MK No.35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi hutan negara.

Dan deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang disahkan Majelis Umum PBB dalam sesi Ke-61 di Markas PBB, New York, pada hari Kamis, 14 September 2007, Regulasi itu sudah diratifikasi Indonesia,

Terakhir Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Lembaga Adat Melayu Riau.(PI/CKR)

Banner-Top

Baca Juga

Berita Terkait

Whatsapp